ome / Humas / Berita Bersama, Waspadai Zat Psikoaktif Baru
Oleh rudi qunsul | Jumat, 18 Oktober 2013 jam 14:18:45
Sindikat narkoba tidak pernah kapok untuk meracuni generasi bangsa dengan berbagai cara. Mereka terus berupaya untuk mengedarkan barang haram yang bisa melemahkan potensi anak bangsa. Selain mengedarkan berbagai jenis narkoba yang dilarang undang-undang narkotika, mereka juga memasok barang-barang haram yang masih belum diatur dalam undang-undang narkotika atau yang dikenal dengan New Psychoactive Substances (NPS), atau zat-zat psikoaktif baru.
Menurut Kuswardani, Kepala UPT Lab Uji Narkoba BNN, NPS ini bukan berarti baru, namun fenomenanya yang dinilai baru, yang mana mana dampaknya dikhawatirkan akan sangat fatal untuk kesehatan manusia. Hal ini disampaikan saat dirinya mempresentasikan dinamika NPS di Indonesia, dalam kegiatan Workshop Hasil Penelitian Global Smart Program di Hotel Sahid, Jakarta, Kamis (17/10).
Hingga saat ini, jumlah NPS yang sudah ditemukan di Indonesia sudah mencapai 21 jenis. Sementara itu, jumlah kasus NPS telah mencapai 40 sejauh ini. Banyaknya zat baru yang berkembang memberikan kekhawatiran bagi masyarakat. Mijwa, salah seorang peserta kegiatan ini berharap agar masyarakat diberikan sosialisasi yang komprehensif mengenai maraknya NPS di tengah masyarakat.
“Sebagai masyarakat, kita harus diberikan pemahaman, sehingga dapat mengidentifikasi masalah terkait NPS di lapangan, karena tidak menutup kemungkinan kita akan menemukan orang yang sedang mabuk dan kita tidak tahu zat apa yang digunakan”, ujarnya.
Kekhawatiran juga muncul di antara para petugas di bidang peternakan yang bernaung di bawah Kementerian Pertanian. Dalam prakteknya, para petugas bidang peternakan pasti bersentuhan dengan proses operasi pada hewan dan menggunakan ketamine sebagai obat anastesi. Sementara itu, Ketamine sendiri saat ini sudah masuk dalam kategori NPS. Danar, seorang pegawai di lingkungan Kementerian Pertanian meminta agar BNN proaktif menginformasikan tentang jenis ketamine seperti apa yang seringkali disalahgunakan di luar.
Menanggapi hal ini, Kuswardani menyarankan agar bagi masyarakat yang memiliki kecurigaan terhadap sebuah obat atau zat yang berbahaya, agar segera melaporkan pada penyidik sehingga nantinya dapat ditindaklanjuti dengan pemeriksaan lab.
Terkait dengan ketamine, Kuswardani mengungkapkan, bahwa jenis ketamine yang sering disalahgunakan itu dalam bentuk tablet. “Sepanjang NPS itu dalam berbentuk tablet maka penyidik Polri dapat mengenakan pasal undang-undang kesehatan no.36 Tahun 2009 pasal 197”, ungkapnya. Namun, melihat geliat NPS yang semakin mengkhwatirkan, sepertinya UU kesehatan belum cukup untuk bisa menjerat para sindikat narkoba karena sanksi pidana yang dikenakan hanya maksimal 15 tahun penjara, sehingga perlu dimunculkan regulasi yang lebih keras.
ome / Humas / Berita
BalasHapusBersama, Waspadai Zat Psikoaktif Baru
Oleh rudi qunsul | Jumat, 18 Oktober 2013 jam 14:18:45
Sindikat narkoba tidak pernah kapok untuk meracuni generasi bangsa dengan berbagai cara. Mereka terus berupaya untuk mengedarkan barang haram yang bisa melemahkan potensi anak bangsa. Selain mengedarkan berbagai jenis narkoba yang dilarang undang-undang narkotika, mereka juga memasok barang-barang haram yang masih belum diatur dalam undang-undang narkotika atau yang dikenal dengan New Psychoactive Substances (NPS), atau zat-zat psikoaktif baru.
Menurut Kuswardani, Kepala UPT Lab Uji Narkoba BNN, NPS ini bukan berarti baru, namun fenomenanya yang dinilai baru, yang mana mana dampaknya dikhawatirkan akan sangat fatal untuk kesehatan manusia. Hal ini disampaikan saat dirinya mempresentasikan dinamika NPS di Indonesia, dalam kegiatan Workshop Hasil Penelitian Global Smart Program di Hotel Sahid, Jakarta, Kamis (17/10).
Hingga saat ini, jumlah NPS yang sudah ditemukan di Indonesia sudah mencapai 21 jenis. Sementara itu, jumlah kasus NPS telah mencapai 40 sejauh ini. Banyaknya zat baru yang berkembang memberikan kekhawatiran bagi masyarakat. Mijwa, salah seorang peserta kegiatan ini berharap agar masyarakat diberikan sosialisasi yang komprehensif mengenai maraknya NPS di tengah masyarakat.
“Sebagai masyarakat, kita harus diberikan pemahaman, sehingga dapat mengidentifikasi masalah terkait NPS di lapangan, karena tidak menutup kemungkinan kita akan menemukan orang yang sedang mabuk dan kita tidak tahu zat apa yang digunakan”, ujarnya.
Kekhawatiran juga muncul di antara para petugas di bidang peternakan yang bernaung di bawah Kementerian Pertanian. Dalam prakteknya, para petugas bidang peternakan pasti bersentuhan dengan proses operasi pada hewan dan menggunakan ketamine sebagai obat anastesi. Sementara itu, Ketamine sendiri saat ini sudah masuk dalam kategori NPS. Danar, seorang pegawai di lingkungan Kementerian Pertanian meminta agar BNN proaktif menginformasikan tentang jenis ketamine seperti apa yang seringkali disalahgunakan di luar.
Menanggapi hal ini, Kuswardani menyarankan agar bagi masyarakat yang memiliki kecurigaan terhadap sebuah obat atau zat yang berbahaya, agar segera melaporkan pada penyidik sehingga nantinya dapat ditindaklanjuti dengan pemeriksaan lab.
Terkait dengan ketamine, Kuswardani mengungkapkan, bahwa jenis ketamine yang sering disalahgunakan itu dalam bentuk tablet. “Sepanjang NPS itu dalam berbentuk tablet maka penyidik Polri dapat mengenakan pasal undang-undang kesehatan no.36 Tahun 2009 pasal 197”, ungkapnya. Namun, melihat geliat NPS yang semakin mengkhwatirkan, sepertinya UU kesehatan belum cukup untuk bisa menjerat para sindikat narkoba karena sanksi pidana yang dikenakan hanya maksimal 15 tahun penjara, sehingga perlu dimunculkan regulasi yang lebih keras.